SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI !

SFUR, adalah organisasi yang didirikian oleh mantan pasien Pengguna JAMKESMAS, Gakin, dan SKTM. Nama Siti Fadillah digunakan sebagai simbol dan spirit perjuangan SFUR Dalam mempertahankan hak-hak rakyat miskin yang selama ini sudah didapat dan memperjuangkan hak-hak rakyat yang selama ini belum didapat. Siti Fadillah dengan ke konsistenannya membela rakyat miskin, adalah idola baru bagi kami yang juga menjadi pemimpin baru bagi kami rakyat miskin. Kegigihan beliau dalam melindungi rakyat, membuat beliau satu-satunya tokoh yang berani dan tegas terhadap penindasan pihak asing.
Bergabunglah juga di Facebook :sfurpeople@gmail.com dan groups Siti Fadillah Untuk Rakyat di :
http://www.facebook.com/group.php?v=app_2373072738&gid=200986556857#/group.php?gid=200986556857

Jumat, 14 Mei 2010

Warga Miskin Berobat Gratis * Melalui Jamkesmas

PANGKALPINANG, BANGKA POS -- Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Siti Fadilah Supari menyebutkan, semua warga miskin berhak berobat gratis dengan kartu jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Jamkesmas berlaku untuk semua jenis penyakit dan berlaku di seluruh rumah sakit peserta Jamkesmas. Sehingga, tidak ada lagi warga miskin yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan.

“Waktu saya jadi Menkes, Jamkesmas gratis berobat. Tapi seminggu saya lengser, saya dengar ada perubahan. Saya mengimbau kepada Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Babel membantu hak-hak orang berobat,” kata Siti yang kini menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Kamis (18/2) di Wisma Aksi.

Siti hadir untuk meresmikan Musyawarah Wilayah (Muswil) I DKR Babel. Hadir pada kesempatan itu Kepala Dinkes Babel Hendra Kusumajaya serta ratusan warga Babel.

Tetapi pernyataan Siti tersebut bertolak belakang dengan kondisi di masyarakat. Masih ditemukan warga kurang mampu yang kesulitan mendapatkan sentuhan medis. Seperti yang dialami Sri Dewi (28) penderita tumor ganas di payudara kirinya. Dia hanya pasrah terbaring di rumah sakit setelah setahun menderita tumor.

Serupa diderita Muda (tujuh bulan) warga Pagarawan I, Merawang yang ditumbuhi tumor di pipi kirinya. Seusianya itu, Muda baru satu kali diperiksa di rumah sakit.

Dua penderita itu sedikit kasus warga miskin tak berdaya karena himpitan ekonomi keluarga. Padahal, jika memang pemerintah konsisten menjalankan undang-undang dan kebijakan maka kisah Sri dan Muda tidak perlu terjadi.

“Kebijakan pemerintah baik. Jamkesmas merupakan kebijakan visioner dan waktu saya Menkes satu banding sepuluh APBN untuk kesehatan. Tetapi masih saja terjadi pelanggaran itu di tingkat pelaksanaan,” kilah Siti saat ditanya wartawan soal terbatasnya pelayanan kesehatan bagi warga kurang mampu.

Sebagai Ketua Umum DKR dia memerintahkan DKR di Babel menguasai masalah kesehatan. Sehingga mampu mengawasi dan membantu warga miskin mendapatkan hak untuk berobat.

Sementara itu Ketua DKR Babel Ranto Budi alias Uday mengatakan, pihaknya mendesak pemda membangun Malaria Center untuk pengobatan malaria, DBD dan cikungunya.

Pihaknya tetap mendukung realisasi anggaran Jamkesmas ke seluruh rumah sakit umum di Babel.
“Kami mendesak pelaku tambang untuk alokasikan dana CSR guna menjamin dana kesehatan rakyat miskin,”tegas Uday.(day)

Susahnya Mendapatkan Kesehatan Gratis

JAKARTA - Nasib warga miskin di Ibu Kota seakan tidak pernah ada habisnya. Janji pelayanan kesehatan gratis hanya enak di­dengar saat kampanye presiden atau pilkada. Setelah itu: warga miskin tetap tersisihkan!
Di bawah panasnya terik matahari, laki-laki tua itu berjalan pelan-pelan, dituntun seorang perempuan yang sama rentanya menuju sebuah lapangan yang dinaungi tenda sederhana, Sabtu (24/4) lalu. Ia baru saja mendapatkan pengobatan gratis karena sakit asam urat dan darah tinggi. Sesampainya di bawah tenda itu, ia tak mau buang-buang waktu. Menyambar alat pengeras suara, ia pun langsung bertanya.

“Kami ini orang miskin. Katanya kami dapat jaminan kesehatan. Tetapi kok nyatanya kami selalu harus bayar,” kata seorang laki-laki itu tanpa menyebut nama. Namun, yang pasti, ia berasal dari Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran.

Ia tidak sendirian. Keluhan yang sama juga dilontarkan banyak warga miskin yang sedang berkumpul saat itu. Bertempat di kawasan kumuh, di Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat, ratusan warga tidak mampu ketika itu memang tengah berdialog de­ngan sejumlah pejabat negara. Ada Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Siti Fadilah Supari, anggota DPRD Komisi E dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Iman Satria, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AM Fatwa, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Angelina, dan Koordinator Gakin Dinas Kesehatan Jakarta di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Muktiono.

Temanya persoalan klasik, “Mencari Jalan Keluar Problematika Kesehatan Rakyat Miskin di DKI”. Dialog tersebut digelar oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jakarta Pusat bersama warga Kemayoran dan bekerja sama dengan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Pegusaha Sofyan Wanandi dan Yayasan Kristen Bina Mandiri.

Muhyi dari Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat mengatakan, kabar tentang jaminan kesehatan gratis bagi warga miskin di DKI sudah lama terdengar. Namun, pada praktiknya, hal tersebut susah sekali dilaksanakan. Banyak warga tak mampu yang sakit tidak mendapatkan pelayanan yang optimal dari Rumah Sakit. Bahkan, umumnya, warga tak mampu masih dipungut biaya oleh rumah sakit sebagai jaminan.

“Kami pernah menolong seseorang ke rumah sakit. Dia tidak mampu, tetapi dia dimintai uang jaminan. Akhirnya pakai uang kami sendiri Rp 200.000 untuk menjamin. Bagaimana jalan keluar kami? Sebagai rakyat miskin, katanya kami dapat jaminan?,” tanya Muhyi, kader DKR Jakarta Pusat.

Musadat dari Kelurahan Tanah Tinggi. Ia mengaku, pengurusan jaminan kesehatan di rumah sakit pusat ataupun daerah sering sekali berbelit-belit. Bahkan, perlakuan yang tidak menyenangkan dari karyawan rumah sakit membuat pasien miskin banyak yang tidak berani menjalani perawatan di rumah sakit, sekalipun terkadang penyakitnya sudah kronis.

“Banyak pasien miskin takut kalau ke rumah sakit. Kata mereka seram, suka dibentak-bentak,” katanya.

Pakai SKTM

Menanggapi persoalan tersebut, Muktiono mengatakan, pengurusan jaminan kesehatan tidak terlalu sulit sepanjang warga tersebut benar-benar tidak mampu. Banyak kesulitan di rumah sakit selama ini umumnya terjadi karena warga yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berkategori mampu.
“Banyak yang dulunya aktivis LSM sekarang menjadi calo. Itu yang tidak kita inginkan, makanya terlihat susah. Padahal, mereka itu merugikan masyarakat miskin,” katanya.

Iman menambahkan, supaya masyarakat miskin mendapatkan akses kesehatan gratis, partisipasi warga harus segera dibangun melalui pengaktifan desa-desa siaga. Oleh karena itu, ia mendorong supaya DKR bekerja sama dengan semua elemen masyarakat mengaktifkan partisipasi rakyat.

“Supaya rakyat miskin dapat tertolong, sedangkan yang kaya tidak memanfaatkannya,” katanya.

Sementara itu, Siti Fadilah Supari menyarankan, pengelolaan dana jaminan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga seperti asuransi. Sebaliknya, pengelolaan itu harus dilakukan oleh negara secara langsung, supaya tidak terjadi keefisienan anggaran.

“Pengelolaannya harus transparan. Kalau pengelola­anya seperti Jamkesmas oleh negara maka kebocoran dapat diminimalkan,” kata Siti.

Ketua DKR Jabodetabek Agung Nugroho menegaskan, banyaknya hambatan dari birokrasi dan rumah sakit tak boleh membuat rakyat menyerah. Sebaliknya, rakyat tetap harus berani. Pasalnya, jaminan kesehatan merupakan hak warga negara yang diatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Apalagi, sejak puluhan tahun rakyat telah membayar pajak.

“Sehingga pajak itu harus kembali lagi kepada yang punya, untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.
(tutut herlina)
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/susahnya-mendapatkan-kesehatan-gratis/

Revolusi Kebudayaan dalam Pemikiran Kartini

Oleh :

Siti Fadilah Supari

Dibacakan dalam Orasi Kebudayaan Lingkar Budaya Indonesia

Taman Ismail Marzuki, 28 April 2010.



Kita semua mengenal siapa Kartini, seorang tokoh perempuan yang memperjuangkan “Emansipasi”. Pada mulanya, hampir semua mengartikan “emansipasi” sebagai kesetaraan antara perempuan dan laki laki, dimana perempuan selalu di terbelakang kan. Sedangkan arti “Emancipation” adalah Kemerdekaan, kesetaraan. Setelah di telaah dengan cermat isi surat surat yang pernah ditulis oleh beliau selama empat setengah tahun, “Emansipasi” yang diperjuangkan adalah bukan hanya sekedar emansipasi wanita, tetapi lebih luas dari itu, yaitu kesetaraan antar bangsa. Kartini kecil melihat kesenjangan antara bangsa Belanda dan bangsa nya Kartini yang saat itu disebutnya sebagai bangsa Jawa . Kartini kecil, sudah berani melawan arus penjajahan dengan cara nya yang unik, yaitu dengan pemikiran, analisa dan keberanian untuk mengungkapkan. Kartini belajar bahasa Belanda dari sekolahnya di sekolah dasar, dan kemudian ia dipingit, hanya bisa belajar di rumah dengan ditemani oleh kakak dan ayahnya . Sang Ayah yang sangat mencintai Kartini dan merasakan gejolak yang ada didalam hati buah hati nya membimbing Kartini dalam membaca,berdiskusi tentang apa saja yang bisa dibaca dikoran maupun majalah yang dimilikinya. Ayah Kartini, berlangganan hampir semua majalah politik,majalah sosial budaya, koran2 terkemuka dan buku buku sastra berbahasa Belanda .

Kartini ingin menguasai bahasa Belanda seperti bahasa nya sendiri, bukan untuk menjadi Belanda, tetapi agar mampu mengungkapkan apa yang bergejolak dalam hatinya dengan tepat, agar bangsa Belanda benar2 mengerti apa yang tidak seharusnya di lakukan di Hindia Belanda ini. Maka Kartini berjuang dengan cara berpikir dan adat mereka, menggunakan bahasa mereka,meskipun saat itu tidak mungkin ada kesetaraan antara Belanda yang menjajah dan Hindia Belanda yang dijajahnya

Kartini dilahirkan pada 21 April 1879 dari ibu nya yang bernama Ngasirah dan bapaknya seorang Bupati Rembang. Kartini kecil tumbuh menjadi anak perempuan bangsawan yang sangat cerdas, peka terhadap keadaan bangsanya, dan punya keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan sekelilingnya. Sang ayah yang sangat di puja, memberikan perhatian besar kepada Kartini kecil yang dicintainya. Bukan saja kasih sayang yang dicurahkan oleh sang ayah, tetapi pendidikan kemandirian , pengetahuan umum, politik dan budaya Jawa, serta adat istiadat Jawa yang Kental, dan di ajari bagaimana mencintai rakyatnya. Kartini dan adik2nya,Rukmini dan Kardinah sering di ajak ayahnya berkeliling desa, mengunjungi dan memberikan bantuan kepada rakyat jelata yang tertimpa bencana . Dari bencana kekeringan, bencana banjir sampai ke bencana penyakit yang menimpa rakyat jelata. Sejak usia muda, Kartini mempunyai sifat ingin tahu tentang kemajuan bangsa lain (dibaca dari koran2) dan kemudian membandingkan dengan apa yang terjadi di negerinya. Dia sangat egaliter, dia tidak suka di sebut sebagai puteri, “raden ajeng”, dia tidak menghendaki kekakuan adat istiadat dari adik kepada dia meskipun dia tetap sangat menghormati kakaknya sesuai adat istiadat yang kaku. Dia menganggap bahwa adat istiadat menghormati yang lebih tua adalah hak bagi yang lebih tua, sedangkan untuk adik adik nya dia tidak mau menggunakan hak tersebut. Ini adalah suatu sikap kesetaraan dan menghargai hak orang lain. Kartini kecil yang halus budi pekertinya,cinta kepada bangsanya,selalu menunjukkan kemarahan dan kesedihan melihat belenggu adat mengurung kebebasan kaum perempuan. Dan dalam suratnya dia menuliskan bahwa dia ingin memerdekakan bangsanya sekaligus mengangkat martabat kaum perempuan Jawa.

Ketika menginjak dewasa Kartini menuangkan pemikiran2nya dalam surat yang dia tulis ke teman di negeri Belanda, dengan bahasa Belanda yang sangat bagus. Dari tulisan2 di surat nya tersirat jelas bahwa Kartini memperjuangkan “tata nilai” bagi peradaban manusia, yaitu Kebebasan (freedom) atau kemerdekaan adalah hak bagi setiap manusia. Kesadaran ini ditulis bersama adik2nya di koran2 dengan cara yang tersamar sehingga mampu menggerakkan para pemuda yang belajar di Stovia untuk melakukan per gerakan. Mereka secara informal membentuk Jong Java sebagai sebuah perkumpulan. Gayung pun bersambut. Kesadaran kaum muda ini kemudian matang dengan munculnya Perkumpulan Budi Utomo pada tahun 1908. Saat itu belum dikenal nama Indonesia, bahkan Hindia Belanda pun baru terdiri dari Jawa dan Madura. Namun, inilah cikal bakal terbentuknya Negara Indonesia yang merdeka yang diproklamirkan BungKarno di tahun 1945. Maka ia pantas untuk diakui sebagai seorang pahlawan kebangkitan nasional.

Dari uraian tadi jelas, mengapa Kartini yang menjadi “Icon” sejarah perjuangan perempuan nasional di Indonesia, meskipun ada pejuang2 perempuan yang lain , misalnya Dewi Sartika mendirikan sekolah perempuan, ada pula perempuan perkasa memimpin pasukan untuk berperang melawan Belanda mempertahankan wilayahnya , seperti Cut Nya Din.

Kegelisahan Kartini dalam kungkungan tembok penindasan kolonialisme, imperialisme dan feodalime membakar semangat dan membuka mata hatinya. Ia menemukan “tata nilai” yang harus dimiliki pejuang kemerdekaan adalah: Ketuhanan,Kebijakan,Keinda
han,Kemanusiaan dan Nasionalisme. Kartini merasakan ketidak adilan, menyaksikan penindasan dan menelan penghancuran peradaban. Perjuangannya terus membara, disuarakan ke dunia melalui pena emasnya menembus tembok yang mengurungnya, melesat tajam merubah paradigma yang ada. Paradigma yang terbentuk karena adanya si penjajah dan yang di jajah dengan segala komplikasinya. Semangat juang itu tidak pernah padam sampai akhir hayatnya . Dalam salah satu tulisannya dia menjawab ketika ibunya mempertanyakan tentang cita cita Kartini, apakah tidak terlalu tinggi untuk dicapai ? ,

Kartini menjawab :

“Saya tahu jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak, lubang , jalan itu berbatu batu berjendal jendul licin belum dirintis. Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu , walaupun saya akan patah ditengah jalan , saya akan mati dengan bahagia. Sebab jalan tersebut sudah terbuka, dan saya turut membantu meretas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan bangsa dan mengangkat martabat perempuan bumi putera.

(7 Oktober 1900)

Keinginan terhadap kebebasan dan kemandirian yang dia rasakan semenjak dia masih kanak2 ketika dia belum menghayati benar apa artinya emansipasi wanita, ternyata menjadi gelombang yang tidak tersurutkan . Dia pemberani yang consistent dan teguh memperjuangkan kepentingan bangsa, bukan kepentingan dirinya sendiri.Hal ini di tulis di dalam surat yang dikirimkan kepada nyonya Ovink. Dia bercerita tentang dialog dg ibundanya yang tidak percaya kalau Kartini benar2 ingin memperjuangkan kebebasan bagi bangsa dan perempuan Hindia Belanda:

“Benarkah kau akan menggoncangkan dan menghancurkan gedung raksasa itu nak ?“Ibunya bertanya kepada Kartini dan adik2nya, Kartini menjawab sbb :

“Ya ibu, kami akan mengguncangnya dengan segala kekuatan walaupun yang akan runtuh hanya satu butir batu saja maka kami akan merasa hidup kami tidak akan sia sia” (awal 1900,nj mce ovink soer)

Keberanian Kartini dalam berjuang sangat menonjol, di dalam suratnya yang lain kepada sahabatnya yang benama Stella, Kartini mengatakan :

“Stella, yang tidak berani tidak akan menang, adalah semboyan saya. Maju terus, menerjang tanpa gentar dan harus berani menangani semuanya, Orang2 yang berani menguasai tiga perempat dunia”.

Ketajaman pena Kartini terus menerus melesat bak anak panah menembus tembok penindasan yang mengurungnya menyuarakan Revolusi “Tata Nilai” untuk menciptakan peradaban manusia yang beradab di tanah tumpah darahnya. Semangat yang lahir dari hati yang bersih, berani,rasa tanggung jawab terhadap kedaulatan bangsanya laksana ombak yang menghantam gunung karang raksasa. Kartini yakin bahwa perjuangan pasti ada yang meneruskannya.Sekeras2nya batu karang akan jebol juga dihantam ombak yang terus menerus. Tujuan Kartini hanya satu dalam pemikirannya yaitu meng ubah ketidak adilan penjajahan menjadi kemerdekaan yang adil bagi bangsa nya, dan kaum perempuannya.Namun betapa sedih nya Kartini , orang2 bumiputera tidak membutuhkan perubahan apapun, seolah sudah sangat menikmati apa yang dia jalani selama penjajahan ini berlangsung. Antara keputus asaan dan kepasrahan orang Jawa, yang menganggap nasibnya sebagai takdir dari Tuhan yang Maha Esa.

Menurut Kartini,bangsa Jawa yang seperti itu, sedang mengalami A. Memmi sebagai amnesia sosial, lupa jatidiri, dan tidur berkepanjangan. (Arbaningsih, 2005: 33). Hal ini disebabkan karena penindasan yang berlangsung lama oleh pemerintah kolonial. Bagaimana caramya, membangkitkan bangsa yang tertidur seperti itu ? Bangsa yang merasa wajar di dalam penderitaan penjajahan, bangsa yang pasrah dengan takdirnya menjadi bangsa yang dijajah? Atau mereka tidak punya harapan, sehingga tidak ber keinginan untuk meng ubah nasibnya. Kartini tidak mempunyai apa2 , kecuali pikiran yang selama ini telah diasahnya dengan baik. Kemudian terpikirlah di benak Kartini bahwa untuk merdeka mereka harus mengetahui perlunya kemerdekaan. Untuk mengetahui perlunya kemerdekaan rakyat itu perlu dicerdaskan. Maka untuk merdeka di perlukan pendidikan yang komplet yaitu pendidikan untuk mencerdaskan pemikiran dan pendidikan untuk mencerdaskan budi pekerti. Pendidikan yang hanya dipenuhi dengan pendidikan pemikiran saja, tanpa diikuti dengan pendidikan mencerdaskan budi pekerti akan berbahaya. Hasil pendidikan seperti itu akan menciptakan pemimpin seperti monster. Yaitu pemimpin yang akan menindas rakyatnya sendiri, pemimpin yang tidak melindungi negaranya dan hasil buminya,Pemimpin yang tega menjarah kekayaan negeri dan merampas hak2 rakyat untuk kepentingannya pribadi. Alangkah mengerikan …………………...

Pendidikan yang komplit tidak hanya diperoleh dari sekolahan saja, tetapi juga di peroleh dari lingkungan, terutama keluarga, bahkan sejak hari pertama manusia lahir, dan terlelap dalam dekapan ibu yang melahirkannya. Maka betapa mulianya peran seorang ibu. Karena dari perut seorang ibu akan melahirkan peradaban manusia .

Pendidikan karakter bangsa juga diperoleh dari kelakuan para pemimpin. Pemimpin yang baik merupakan guru yang baik bagi rakyatnya, layaknya guru yang mengajar muridnya di kelas. Bila guru kencing berdiri maka muridnya kencing berlari.

Ooh andaikan Kartini bangkit kembali, mungkin dia akan menangisi apa yang saat ini terjadi.

Enampuluh empat tahun lebih kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ,sejak th45 , namun betulkah kita sudah merdeka atau sia sia kah cita cita Kartini ? Kemerdekaan adalah jembatan emas kedaulatan rakyat , Kemerdekaan adalah janur kuningnya kesejahteraan rakyat.

Pada jaman nya Kartini Jawa yang dahulu pernah berdaulat, kemudian mengalami amnesia sosial, lupa jatidiri, dan tidur berkepanjangan karena penjajahan kolonialime Belanda (Arbaningsih, 2005: 33). Apakah sekarang Indonesia merdeka juga pernah berdaulat, juga sedang mengalami amnesia sosial? , lupa jati diri ? dan tidur nyenyak, tidak bisa bangun lagi ?

Oh, Kartini, saya ingat kata2 Bung Karno yang mengatakan bahwa :

“Hai Bangsa Indonesia, pada suatu saat nanti , kalian akan mengalami penjajahan berwajah baru yang disebut neokolonialisme, neo imperialism, dan neoliberalisme. Kalian akan sangat sulit menandai mana musuh musuh mu karena mereka mempunyai kulit dan rambut yang sama dengan kalian “

Jaman Kartini telah berputar kembali , Indonesia yang pernah berdaulat sekarang kembali terjajah oleh neoliberalisme. Paham yang kejam, karena yang kuat memakan yang lemah, pemerintah tidak berdaya melindungi rakyatnya sendiri yang membutuhkan perlindungan, darah yang menetes di jaman revolusi 45 tiada lagi berarti. Pemimpin negeri menjadi abdi kepentingan2 asing yang menjarah kekayaan pertiwi.

Kartini, harus bagaimana kami ?

Kalau engkau bertanya berapa banyak perempuan yang bisa mendapatkan pendidikan setara dengan laki laki? , saya akan menjawab cepat : jawabnya mudah, tidak diragukan lagi , perempuan telah berdaya dalam pendidikan dibandingkan dg laki laki di negeri ini.

Tetapi lihatlah di punggung ibu pertiwi, masih banyak diantara saudara kami yang belum merdeka, mereka tertindas oleh bangsanya sendiri, mereka tidak berdaya melindungi dirinya sendiri dari bencana kemanusiaan. Lihatlah Kartini, sebagian dari mereka berbaris rapi membanting tulang di negeri tetangga mencari nafkah untuk anak dan suaminya. Ohh…. Kartini jangan salahkan mereka, karena di negeri sendiri tidak ada tempat bagi mereka untuk mencari sesuap nasi.

Andaikan Ibu Kartini hadir disini, akan saya ceritakan bahwa saya termasuk perempuan yang beruntung karena perjuangan nya. Saya adalah perempuan pertama yang sempat menjadi menteri kesehatan di Negeri yang tercinta ini . Sebelumnya, saya adalah dr ahli jantung, peneliti dan dosen FKUI , yang tiba2mendpt kabar diangkat menjadi menteri kesehatan RI. Hal yang tidak pernah saya bayangkan, apalagi saya cita cita kan. Namun apa yang saya dapatkan dari masyarakat ? Mereka tidak percaya karena saya “perempuan” (bukankah pekjaan menkes itu berat, apa mungkin di jabat oleh perempuan?, kedua karena saya seorang klinikus ,dan ketiga saya berasal dari suatu universitas Gajah mada.Dalam badai ketidak percayaan dari masyarakat, saya harus menunjukkan bahwa perempuan bukan suatu halangan untuk melakukan pekerjaan yang selama ini d tangani oleh kaum laki laki. Cemoohan dan suara miring yang tidak mengenakkan harus saya telan, dan hal ini bukan merupakan beban yang bermakna bagi saya. Segera terlihat didepan mata saya betapa rakyat kecil dalam keadaan sakit, begitu banyak yang tidak berdaya, saya harus memberdayakan nya, bukankah saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melakukannya. Selain harus bertahan dari badai cobaan, saya harus segera memikirkan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu.

Kalau Kartini mengatakan bahwa untuk Merdeka butuh pendidikan ,saya mengatakan untuk merdeka butuh kesehatan dan pendidikan. Karena hanya dengan kesehatan yang baik pendidikan bisa dilakukan dengan optimal, dan tidak bisa dibayangkan bagaimana bangsa yang sakit ingin merdeka, kalau dia sendiri terbelenggu oleh sakitnya.

Tiga bulan sebelum menjadi menkes , Ketika itu saya sedang sibuk di kantor pusat penelitian RSJHK, sedang merampungkan riset multisenter tentang obat tradisional jawa (seledri dan kumis kucing) dalam mengobati tekanan darah tinggi. Tiba2 pintu saya diketuk sekaligus dibuka oleh seorang ibu yang tidak saya kenal, langsung masuk dalam ruangan saya. Wajahnya pucat layu tanpa make up, berkeringat pekat memancarkan kecemasan yang luar biasa, ditangannya membawa gulungan robekan tabloid yang sudah sangat lusuh . Dengan terbata bata, dia berkata meskipun belum sempat saya bertanya kepadanya: “ Ibu Siti Fadilah, saya membaca di Koran ini yang saya temukan di dekat sampah, lihat lah bu disini ada tulisan: ”Siti Fadilah, dokter Jantung yang memikirkan rakyat kecil”. Saya rakyat kecil bu dokter, yang sangat membutuhkan pertolongan ibu, maka saya mencari ibu sampai disini”. Terkesiap darah saya mendengar ucapannya, seperti halilintar disiang hari yang panas menyadarkan saya bahwa rakyat kecil tidak hanya membutuhkan pemikiran tetapi tindakan nyata.Siapakah yang harus melindungi mereka yang tidak berdaya ini?. Beberapa detik saya terpana memandanginya setengah tidak percaya, saya paksakan mulut saya untuk berbicara kepadanya : “Ada kesulitan apa ibu, sehingga membutuhkan pertolongan saya ?” Ibu itu menjawab dengan penuh linangan air mata : “ Ibu siti Fadilah dua hari yang lalu saya melahirkan di puskesmas di sana di daerah kebayoran lama, bayi saya perempuan bu. Saya tidak bisa membayar ongkos persalinan, sehingga sampai saat ini bayi itu tidak boleh saya bawa pulang, bu…… dua hari lagi akan diambil orang,bila belum terbayar juga ”. Saya langsung bertanya: berapa ongkos persalinan yang harus ibu bayar ? Dia menjawab : “Limaratus ribu rupiyah bu”

Antara kaget dan tidak percaya, benarkah ini atau hanya menipu ? Bukankah Jakarta penuh dengan penipu dengan beribu macam cara. Tetapi dorongan nurani keibuan yang tidak mau kehilangan bayinya, mengetuk hati saya yang paling dalam. Akhirnya satu staf saya mendampingi ibu membawa uang untuk mengambil bayinya.. Berbinar wajah si ibu yang tadinya layu itu, mereka menuju ke puskesmas. Setelah beberapa saat ibu itu datang kembali, membawa bayi perempuan yang masih merah, ibu itu kembali untuk mengucapkan terimakasih ,dan minta ijin agar anaknya boleh menggunakan nama saya. Ibu itu bernama bu Ijah, suaminya buruh tidak tetap, dia sendiri buruh cuci pakaian.Tiga minggu kemudian , di RS Islam Cempaka putih, ketika itu saya sedang bersiap2 akan membuka praktek sore, tiba tiba datanglah ibu muda berjilbab yang tidak saya kenal, datang tergopoh gopoh, tanpa saya tahu asalnya dari mana . Dengan sangat yakin dia mengatakan ingin meminjam uang kepada saya tiga ratus lima puluh ribu saja untuk mengambil bayi yang kemarin dilahirkan dipuskesmas di daerah Kemayoran, semakin lama tidak diambil akan semakin mahal katanya. Sejenak saya tersentak ingat dengan si ibu Ijah, ahh apa benar?. Saya memberinya uang dan saya katakan , ambil segera putera mu, ibu itu kembali menunjukkan bayi lelaki yang dilahirkannya ,dia datang dengan suaminya seorang kuli bangunan yang sedang bekerja di gedung Yarsi yang sedang dibangun di seberang RS ini. Sambil tersenyum bahagia ibu Nasipah mengatakan Insya Allah akan mengembalikan uang yang dipinjam itu bila suaminya mendapat uang (sangat optimis ?).

Kartini , sekali lagi , apakah benar saudara saudara kita ini sudah merdeka? Mereka terbelenggu ke tidak berdayaan, kebodohan dan kemiskinan. Siapa yang akan mempertahankan peradaban yang engkau cita cita kan? Gambaran ini baru sebagian kecil dari yang sebenarnya terjadi , masih banyak sekali ibu ibu harus kehilangan anaknya karena kemiskinannya. Tadi malam seorang ibu yang melahirkan dengan operasi Caesar di RS Tangerang ( Rumah Sakit milik pemerintah) , bayinya disandera RS ,karena tidak bisa membayar tiga juta rupiah. Sang suami tidak mampu membayar karena dia hanya seorang kuli bangunan. Masih bercerita tentang seorang ibu, saya ingat, 5 th yang lalu, ibu Enoh penderita jantung koroner yang harus segera di operasi, memilih mengurbankan nyawanya karena uang yang dimilikinya lebih baik untuk membayar SPP anaknya yang diterima di universitas Gajah Mada.

Dengan background seperti ini maka lahirlah Askeskin dan kemudian menjadi Jamkesmas,dengan harapan melindungi masyarakat miskin dari bencana kemanusiaan dibidang kesehatan. Kebijakan ini bukan kebijakan yang emosional semata mata tetapi sebenarnya sesuai dengan jelas di UUD45. Mereka mempunyai hak untuk dilindungi dan dilayani pemerintah. Dengan berusaha untuk transparan dan akuntabel serta benar benar dirasakan rakyat , pada tahun 2008 program ini berlangsung dengan baik. Kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri, kecuali diikuti dengan kebijakan 2 yang pro rakyat bersama sama, antara lain memastikan bahwa RS pemerintah tidak boleh diprivatisasi sehingga status RS pemerintah menjadi RS untuk melayani rakyat (BLU), harga obat yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak harus diatur oleh pemerintah. Menurut saya pelayanan kesehatan tidak lah bijak bila diserahkan kepada pasar bebas.

Kita semua melihat dan merasakan ketidak adilan menggurita bangsa ini dalam kurun waktu yang lama. Makna kemerdekaan bangsa ini kabur, tata nilai yang di perjuangkan sirna. Harapan agar bangsa ini mempunyai jati diri menjadi sia sia. Kedaulatan dalam berpolitik sebagai Negara yang bebas dan aktif terpaksa dikalahkan oleh kepentingan2 tertentu dan saat tertentu. Kemandirian mengembangkan perekonomian rakyat jauh dari kenyataan. Negara kita yang merupakan pasar potensial nomor empat di dunia membuat kepentingan asing berlomba untuk menguasainya.

Kegotong royongan telah berubah menjadi individualistis .Keadilan dalam pendidikan sebagai salah satu upaya mencerdaskan bangsa diserahkan kepada pasar bebas dengan otonomi nya. Ciri- neoliberalisasi dalam pendidikan menjadi kebanggaan , yaitu meritokrasi ( Sejumlah kecil murid2 yang pandai medapat medali olimpiade keilmuan internasional, tetapi puluhan juta anak bangsa menangis tidak mendapatkan haknya meskipun minimal, dalam dunia pendidikan).

Sistem Neoliberalisasi dengan kejam menggilas tuntas peradaban bangsa yang mempunyai cita cita luhur ini .Kebijakan2 dibidang kesehatan yang saya buat untuk mengembalikan hak2 konstitusional rakyat kecil, diartikan sebagai kebijakan yang melawan arus sistem neoliberalisasi yang berlangsung di negeri ini. Namun saya tidak gentar ,bukan hanya didalam negeri saya berjuang melawan ketidak adilan terhadap kemanusiaan. Di dunia internasional pun perlawanan terhadap penindasan kami teruskan. Penindasan yang berlindung di WHO suatu organisasi global, yang seharusnya melindungi bangsa2 di dunia dari bencana kesehatan. Namun ternyata WHO memberlakukan mekanisme yang tidak adil bahkan sangat kolonialistik terhadap Negara ketiga selama 60 tahun. Akibatnya gap antara Negara lemah dan Negara maju semakin besar, Negara miskin terancam wabah, dan Negara kaya yang menuai keuntungan karena perdagangan obat2annya. Saya tidak bisa diam, dan perjuangan itu di mulai dan berachir dengan kemenangan mengganti mekanisme lama yang kolonialistik menjadi mekanisme yang yang adil transparant dan setara sesuai dengan Panca sila pada akhir 2007. Kemenangan yang gemilang dibungkam, tidak di beritakan di media didalam negeri. Cerita kemenangan itu saya tulis menjadi buku. Setelah buku dI launching, media pun tetap tidak memberitakannya. Tiga minggu kemudian , seorang Journalist dari Sidney herald Tribune mem blow Up bahwa isi buku itu, sebagai perlawanan terhadap hegemony Negara Adidaya, sehingga menghebohkan dunia. Akhirnya dunia mendengar seruan saya dan perubahan pun terlaksana meski belum sempurna.

Saya merasa bahagia karena jalan sudah saya buka, pasti ada yang meneruskan nya. Kewajiban saya hanyalah berjuang untuk keadilan dan kemanusiaan, soal berhasil atau tidak ,adalah urusan Tuhan.

Sekarang saya bisa merasakan kegelisahan Kartini, yang ingin memperbaiki nasib bangsanya.

Dia menggunakan pena emasnya, melakukan revolusi kebudayaan, meng ubah mind set bumiputera yang tadinya pasrah menyerah dalam keadaan terjajah menjadi mind set yang memberontak untuk mendapatkan kemerdekaannya. Saya ingin spirit Kartini itu hadir kembali saat ini. Wahai bangsa Indonesia, bangun dari tidurmu yang berkepanjangan, mari bersama sama kita melakukan Revolusi budaya, agar bangsa ini benar benar merdeka .

Ingat para perempuan! “Kartini” bukan hanya perempuan sukses yang menempati jabatan penting , Kartini bukan hanya perempuan pengusaha sukses yang kaya raya, Kartini bukan hanya perempuan ilmuwan dengan title segudang. Tetapi Kartini adalah perempuan yang mempunyai kemampuan dan kemauan merubah nasib bangsanya dari ke terjajahan menjadi merdeka.

Marilah kita menjadi Kartini masa kini . Mari kita kembalikan kemerdekaan bangsa ini pada rel yang sesuai dengan cita cita founder father kita ketika merdeka.

Pada kesempatan yang baik ini, tidak lah salah bila saya ingatkan kembali cita cita kita bersama untuk bernegara, yang ter inspirasi dari pemikiran Kartini masa lalu, adalah : melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan

Demikianlah sambutan saya pada acara ini ,mudah2an berguna untuk bangsa kita tercinta yang sedang sakit . Meskipun demikian kita harus tetap survive dan rebut kembali kedaulatan rakyat, sehingga kita berdaulat dalam berpolitik, berdaulat dalam memutar roda ekonomi rakyat , berdaulat dalam ber sosial dan ber budaya Indonesia. Yang mmenjadi harapan adalah bukan kedaulatan pasar, bukan kedaulatan markus, bukan kedaulatan mafia-hukum ,bukan kedaulatan renten

Rakyat Miskin Dijual

SETIABUDI (Pos Kota)- Rencana DPRD DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan dana kesehatan warga miskin senilai Rp413 miliar ke perusahaan asuransi ditolak warga miskin Jakarta.

Melalui Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jabodetabek, warga miskin ini melayangkan keberatannya terhadap rencana tersebut. Alasanya, menyerahkan pengelolaan layanan kesehatan ke perusahaan asuransi sama halnya mengkomersiilkan kesehatan warga miskin.

”Ini artinya menggunakan dana pelayanan kesehatan rakyat miskin untuk bisnis dan diputar guna menambah keuntungan,” kata Agung Nugroho, Ketua DKR Jabodetabek, Senin (10/5).

Agung khawatir jika layanan kesehatan warga miskin di serahkan ke perusahaan asuransi, warga miskin akan terbebani dengan iuran dana.

“Berkaca dari nasib PNS dan anggota TNI yang urusan kesehatannya sudah diasuransikan. Mereka tidak sepenuhnya bisa dikaver oleh pembiayaan asuransi jika sakit. Pasti ada obat yang harus dibeli sendiri,” jelas Agung.

JUAL RAKYAT

Hal senada dikemukakan Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Marlo Sitompul. “Asuransi kesehatan sama halnya menjual rakyat miskin pada perusahaan asuransi,” ujarnya.

Padahal selama ini, warga miskin di Jakarta sudah dimudahkan dengan sistem pengobatan oleh dinas kesehatan. Dengan kartu Gakin dan SKTM, warga miskin bisa bebas berobat ke rumah sakit rujukan dan tidak ada pembatasan biaya berobat.

Menurut data sebanyak 866.360 keluarga miskin di DKI Jakarta saat ini layanan kesehatannya sudah bisa dikaver dengan kartu Gakin dan SKTM.

Asisten Kesejahteraan Masyarakat, Propinsi DKI Jakarta , Drs. Effendi Annas, MSi menegaskan pihaknya tetap akan menjalankan sendiri program Gakin untuk melayani kesehatan rakyat miskin. (inung/B)

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/05/11/rakyat-miskin-dijual

Rabu, 16 Desember 2009

Privatisasi Politik

Oleh

Tutut Herlina


Jakarta – Pascapemilu legislatif, koalisi menjadi topik utama yang terus-menerus membanjiri publik di negeri ini. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menamai dirinya koalisi besar.


Sementara itu, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak memberikan nama khusus pada upaya penjajakan yang mereka lakukan. Di luar dua zig-zag partai-partai politik pemenang pemilu itu ada poros tengah yang yang diinisitori Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Meski saling menghujat, dagangan dari koalisi ini sama, “memperjuangkan kepentingan rakyat”. Caranya dengan memperkuat kabinet dan juga parlementer.


Benarkah demikian? Para tokoh politik memang terus-menerus berusaha meyakinkan rakyat bahwa apa yang mereka lakukan demi kesejahteraan rakyat. Mereka juga terus-menerus menjanjikan upaya perubahan. Namun, tenyata gejala tidak sama dengan hakikat. Janji tidak sama dengan yang dilakukan.

Lihat saja, para calon anggota legislatif (caleg) yang sudah terbukti tidak mendapatkan suara terbanyak tetap berusaha membeli suara dari calon lain supaya bisa duduk sebagai anggota dewan. Harga persuara berkisar antara Rp 20.000-25.000.


Saat ini, aktivis yang gagal menjadi anggota dewan pun sibuk mencari dana untuk mengembalikan utang. Caranya, dengan menjadi tim sukses para calon presiden (capres).


Lihat juga bagaimana tindak-tanduk para elite politik di Partai Golkar. Meskipun hasil rapat pimpinan (rapimnas) khusus memutuskan Ketua Umumnya, Jusuf Kalla menjadi capres, keputusan itu mendadak ditentang kembali oleh sejumlah elite di partai itu. Bahkan, mereka tak segan-segan menjilat ludah sendiri..


Aburizal Bakri dan Muladi menginginkan kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Upaya “mendongkel” Kalla itu pun ditengarai sarat dengan posisi-posisi yang akan didapatkan para elite itu dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono.


Di sisi lain, mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung juga melakukan zig-zag tersendiri. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang tadinya mendeklarasikan dirinya sebagai capres, bisa dengan mudah “rela” duduk sebagai calon wakil presiden (cawapres).. Baru-baru ini, ketika tingkat elektabilitas Ketua Umum Megawati Soekarnoputri diragukan dapat menyaingi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Yudhoyono, muncul keinginan memasangkan Prabowo dengan putri Mega, Puan Maharani. Padahal, hasil rapimnas PDIP sebelumnya menegaskan Megawati sebagai capres tunggal dari partai berlambang banteng moncong putih tersebut.


Kepentingan Segelintir Elite


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mencoba membangun koalisi dengan Partai Demokrat pun juga sudah menetapkan pos-pos kabinet sejak dini, sebagai bagian dari tawar menawar.


Pada kenyataannya, pertemuan demi pertemuan antara tokoh politik yang ramai-ramai diberitakan selama ini sebenarnya tak lebih dari upaya untuk memenangkan kepentingan pribadi-pribadi. Mereka bahkan menggeser makna politik yang sejati. Demi kepentingan pribadinya, politik yang seharusnya menjadi arena publik digeser menjadi kepentingan privat. Politik pun tak lagi menjadi urusan nilai, tetapi telah disulap menjadi urusan komersial.


Politik tak lagi bicara tentang untung dan rugi bagi rakyat, tapi hanya menjadi urusan harga-harga. Atau singkatnya, berapa harga si A dan berapa harga si B. Bisa pula, berapa harga partai A dan berapa harga partai B.


Oleh karena itu, tak aneh jika koalisi saat ini pun sepertinya mengalami jalan buntu. Koalisi bukan berdasarkan kesamaan program melainkan berbasiskan semangat emosional para pihak yang ingin mencapai kekuasaan. Turun posisi pun tak masalah sepanjang masih mendapatkan kekuasaan. Mengenai fenomena seperti ini, tokoh revolusi Rusia Vladimir Lenin menyebutkan sebagai kepanikan orang-orang di pinggir jurang yang mulai kehilangan nalar.


Maka, naif mempercayai bahwa mereka akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bagaimanapun juga, aksi akan membentuk watak dan juga moral. Penguasa yang selalu melandaskan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat tentu saja akan memiliki watak yang anti pada perjuangan rakyat. Ujung-ujungnya, kebijakan dan produk undang-undang yang pro rakyat pun akan jauh panggang dari api. Yang ada hanyalah kepentingan dan produk hukum yang berguna untuk kepentingan pribadi atau paling banter kepentingan segelintir elite.

Soal Namru 2 Upaya Menjual Kedaulatan Perlu Diwaspadai

Oleh
Tutut Herlina


Jakarta - Meski bangsa ini tengah terfokus pada agenda pemilu, kewaspadaan terhadap upaya pihak tertentu menjual kedaulatan negara harus mendapatkan perhatian serius.

Pasalnya, akhir-akhir ini, sejumlah pihak secara diam-diam berusaha membuat kembali laboratorium Naval Medical Research Unit (Namru)-2, kembali beroperasi di Indonesia. Padahal, keberadaan laboratorium itu sudah ditolak Menteri Kesehatan (Menkes) Fadillah Supari, karena dianggap merugikan kekayaan negara.

Juru Bicara Front Usir Namru-2 Agung Nugroho dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (28/4), mengatakan, keberadaan laboratorium Namru-2 harus ditolak karena telah mengancam jiwa rakyat Indonesia. Selama ini, laboratorium itu tak hanya meneliti penyakit menular yang ada di Indonesia, tetapi juga mengembangkan berbagai virus penyakit tanpa pengawasan dan pelaporan pada pemerintah Indonesia.

Berbagai penyakit menular yang berkembang di Indonesia dan pernah diteliti di laboratorium itu, antara lain penyakit cacar, polio, hepatitis, meningitis ensepalitis (radang otak), enterovirus (tangan, kaki, mulut), malaria, kaki gajah, dipteri, kolera, demam berdarah, antrax, TBC, HIV/AIDS, hingga flu burung.

Ia juga menyesalkan sikap pimpinan DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Soetardjo Soerjogoeritno yang tidak nasionalis.. Tanpa memikirkan nasib rakyat, pada 19 Februari lalu, ia mengirim surat kepada menteri luar negeri yang isinya mengusulkan supaya laboratorium Namru-2 beroperasi kembali.

“Selaku Wakil Ketua DPR, lembaga yang katanya mewakili rakyat, ia juga meminta izin tinggal dan bekerja bagi para peneliti AS,” kata Sekjen Dewan Kesehatan Rakyat Jabodetabek itu.
Muhammad Ida Nasim dari Dewan Kebangkitan Islam menambahkan, pengiriman surat kepada menteri luar negeri itu menunjukkan tidak adanya keberpihakan kepada rakyat dan kedaulatan bangsa ini. Tindakan tersebut hanya demi kepentingan pemilik modal asing dan melanggengkan “penjajahan” di negeri ini.

Indro Tjahyono dari Sekretariat Perlindungan Hutan Indonesia (Skephi) menyata-kan, tindakan menjual kedaulatan bangsa itu menunjukkan telah terjadi krisis kepribadian bangsa ini.
“Begitu mudah kita menyerahkan segala sesuatu kepada asing. Namru statusnya itu pangkalan asing, tapi karena Indonesia tidak butuh maka menjadi pangkalan intelijen,” ujarnya.

Pengamat intelijen, Wawan H Purwanto, menyatakan, keberadaan Namru-2 secara fisik tidak membahayakan. Persoalan yang jauh lebih membahayakan negeri ini adalah banyaknya spesimen penyakit yang dibawa keluar negeri oleh para peneliti asing.

“Kami tidak bisa mengontrol setelah lolos. Kalau kami bisa membangun laboratorium yang lebih hebat, keberadaan Namru-2 itu nothing. Hasil beberapa kali penelitian, keberadaan dia di sini tidak bahaya.. Kalau mau kami kejar, yang di Los Alamos,” katanya. Ia mengusulkan, supaya pengawasan Namru-2 dikembalikan kepada TNI AL, sekalipun kerja samanya dilakukan oleh Departemen Kesehatan (Depkes).

Senin, 14 Desember 2009

SIAPA ATUR FULUS DUNIA ?

Siapa yang memegang uang dia adalah penguasa. tetapi Gardfield, presiden AS, yang ditembak mati setelah melawan kekuasaan bankir pengatur uang di AS mengatakan, siapa yang mengendalikan volume uang disebuah negara adalah tuan sebenernya dari industri dan perdagangan.

Soal kekuasaan dan uang selalu meneteskan darah. Julius Caesar misalnya terbunuh, setelah mengambil kembali hak membuat koin emas dari tangan pedagang uang. Lincoln mati ditembak setelah menerbitkan mata uang "greenbacks" yang tanpa bunga dan utang dari bankir internasional. Jackson, yang berusaha melawan Second Bank Of The US coba dibunuh, namun gagal. Terakhir Kennedy dibunuh juga setelah mengeluarkan EO No. 11110 yang mengembalikan kekuasaan mencetak uang kepada pemerintah, tanpa melalui Federal Reserve.

Demikianlah, sejarah sudah menyatakan, setiap usaha untuk mengembalikan kontrol negara atas uang pasti berkahir dengan maut. Bankir internasional tidak pernah tinggal diam. Mereka menghalangi setiap upaya membongkar sistem bunga utang, yang terpaksa dibayar dengan menaikan pajak penghasilan rakyat AS.

Merekalah elit pengatur uang yang berpengalaman. Metreka ahli dalam mengatur saat yang tepat membuat uang over-supply, memaksa likuiditas kering dan memanen aset perusahaan yang gagal bayar (bangkrut) akibat bunga utang dan tiadanya likuiditas disaat diperlukan. Jika upaya mereka dilawan, yang ada adalah krisis finansial, kelumpuhan sektor riil (deprsi), keterjebakan negara pada utang, bahkan perang. Krisis semacam ini telah berulang sejak tahun 1553 dan 1815 di Inggris, dan berturut-turut pada tahun 1833, 1866, 1877, 1891, 1907 dan 1929 di AS.

Kontrol uang di AS masih dipegang Federal Reserver. uniknya kontrol itu disahkan 22 Desember 1913 saat sebagaian senat liburan natal. The Fed "dimiliki secara privat" oleh elit bankir swasta di London, New York, Berlin, Hamburg, Amesterdeam, Paris, dan Italia yang dikuasai Zionis Internasional.

Disarikan : Majalah EXPAND Edisi 16 feb - 02 Maret 2009, Hal. 51.

ANTEK ASING TETAP BERKUASA

Hampir satu dekade, fundamental ekonomi negeri ini disandera oleh komplotan neoliberal.

Melalui beberapa posisi vital negara : Bank Sentral, Departemen Keuangan dan Kemnetrian ESDAM, mereka tetap eksis dan power full. Terbukti serangkaian kebijakan strategis nasional secara kasat mata dibuat menghamba pada kepentingan asing. Akibatnya, detak kehidupan sosial-ekonomi rakyat erjebak dalam situasi krisis dalam kurun waktu yang tak berkesudahan.

Para komplotan neoliberal dimaksud tidak lain adalah Budiono, Sri Mulyani, dan Purnomo Yusgiantoro. Mereka merupakan perpanjangan tangan dari Mafia Berkley : arsitek dan penggerak utama pembangunan pada rezim otoriter Orde Baru.

Tiga kader Mafia Berkley ini juga disebut-sebut memiliki oengaruh dan networking internasional yang cukup diperhitungkan. Pantas saja, siapapun yang menjadi presiden dan berkuasa di parlemen, tetap tunduk pada kemauan mereka. Dari kenyataan yang ada, wajar jika sebagian orang mempertanyakan pergantian rejim pada pemilu 2009 : untuk apa pemilu dibuat bila kelak yang berkuasa bukan kader partai melainkan antek-antek asing ?

Soal kegusaran terhadap penguasa modal asing juga sempat disuarakan oleh cendikiawan, sebut saja Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat. menurutnya tren yang terjadi dewasa ini adalah pertarungan dari mereka yang memperoleh fasilitas besar-besaran versi mereka yang tersingkirkan. Indonesia sedang mengalami penguasaan perusahaan asing kapitalis internasional (Multinasional Company) yang berkolusi (bekerjasama) dengan pengusaha non pribumi dan mengandeng pemangku kebijakan. "Inilah wujud penguasaan segelintir elit pada ekonomi nasional" katanya.

Pria yang akrab dipanggil Kang Jalal ini mengambil contoh perusahaan multinasional Perancis Carrefour. Menurutnya , pada negeri asalnya Carrefour memiliki gerak yang terbatas. Ia tidak boleh masuk dalam perekonomian sampai pedesaan. tetapi Indonesia berlaku sebaliknya. Carrefour dibiarkan masuk sampai kepelosok-pelosok desa/kampung dan pemukiman kumuh warga. Sehingga menyapu perushaan lokal yang ada. Dulu, bisnis ritel Indonesia dihuni oleh nama besar seperti Golden Truly dan Hero. Lahirlah Hypermarket bernama Giant
. "Kalau anda berjalan pada daerah kiaracondong Bandung, dan itu adalah daerah miskin, ternyata ada tiga buah mall besar. Memang mereka tidak laku, tetapi bukan berarti pengusaha kecil tambah makmur tetap saja tergilas." terang kang Jalal.

Sekedar info, kanibalisasi pasar terjadi juga saat pasar tradisional memakan mall besar. Ambil contoh pasar Jatinegara Jakarta Timur. Pertanyaannya apakah itu bisa menjadi acuan ? Kang Jalal mengambil contoh ain dalam pengelolaan tambang yaitu Freeport dan Blok Natuna. Itulah salah satu pilar kekuasaan asing di Indonesia. Pemilik modal menggunakan hasil bumi Indonesia untuk memperkaya diri sendiri saja. Sementara esekutif dan legislatif lebih memilih mensahkan produk undang-undang yang peduli pada kepentingan pemilik modal. Lihat saja produk UU yang mereka hasilkan seperti ; UU Migas, UU Privatisasi Air, Pendidikan, Pertanahan, dan terakhir UU Pelabuhan. "Makanya, bukan cuma eksekutif, legislatifpun butuh diawasi rakyat." tandas Kang Jalal.

disarikan dari : Majalah EXPAND, edisi 16 Februari - 02 Maret 2009 hal 47 - 48.

Jumat, 11 Desember 2009

Pasien Merosot, RS Omni 'Banting Harga'

Jum'at, 11 Desember 2009, 08:53 WIB
Umi Kalsum

VIVAnews - Perseteruan antara RS Omni Internasional dan Prita Mulyasari yang kembali memanas memberikan pukulan telak bagi rumah sakit yang berlokasi di Kota Tangerang itu. Rumah sakit itu makin ditinggalkan pasiennya.

Pantauan VIVAnews baru-baru ini, rumah sakit terlihat lengang. Tidak banyak kendaraan yang terparkir di halaman rumah sakit tersebut. Hanya tampak beberapa mobil berjejer di lahan parkir depan rumah sakit dan kendaraan roda dua di parkir basemen.

"Pastinya ada penurunan,” kata Sekretaris Manager RS Omni Internasional Lalu Hadi saat ditemui VIVAnews di Kota Tangerang Selatan Fair, Kamis 10 Desember 2009. Meskipun mengakui adanya penurunan, Lalu Hadi tidak mau menyebutkan berapa prosentasenya.

Pengakuan serupa juga diungkapkan Promotion Communication RS Omni Internaional Ogi Anna. "Sejak pertama kali kasus Prita mencuat, terjadi penurunan yang sangat signifikan. Namun, untuk gerakan kumpul poin, kami belum terlalu pantau angka penurunannya,” kata Ogi.

Ogi mengaku harus bekerja lebih berat lagi untuk meyakinkan masyarakat akan pelayanan RS Omni Internasional. "Opini masyarakat tentang RS Omni yang sudah berkembang akan selalu tetap ada di pikiran mereka. Karena itu saya selaku promotion communication melakukan upaya turun langsung ke lapangan dengan memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat,” terangnya.

Selain melakukan upaya pemulihan imej, RS Omni juga membuat progam special edition sebagai langkah promosi dengan sistem package (paket). "Tentu harga paket ini lebih murah dari harga normal. Karena sudah dikemas menjadi satu, tidak terpisah-pisah," ujar Ogi yang membantah ada isu RS Omni Internasional memberlakukan diskon hingga 75 sejak sejak imej negatif melekat ke rumah sakit tersebut. "Kalau ada diskon 75 persen, kita dan pegawai tidak makan dan punya gaji dong," tandasnya.

Selasa, 08 Desember 2009

Pernyataan Pers PETISI 28

Aspirasi Rakyat "Angket Sandal Century" Dibajak, Gerakan Politik adalah Keharusan.

Tuduhan dan ketakutan presiden SBY bahwa gerakan sosial memperingati hari anti korupsi se-dunia pada tanggal 9 desember 2009 akan ditumpangi oleh gerakan politik adalah sebuah tuduhan yang sangat faktual dan dan tepat. Gerakan politik untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa, terutama membongkar skandal uang rakyat Rp 6,7 T adalah sebuah keharusan untuk ditempuh oleh mahasiswa, pemuda, intelektual, tokoh agama dan rakyat jelata. Sebuah keharusan menempuh gerakan politik parlemen jalanan lantaran hampir semua institusi negara, esekutif, legislatif dan yudikatif sudah tidak lagi lagi dipercaya. Hampir semua lembaga tinggi negara telah dibajak oleh para penumpang gelap yang bernama "Buaya Markus".

"Gerakan politik untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa, terutama membongkar skandal uang rakyat Rp 6,7 T adalah sebuah keharusan untuk ditempuh oleh mahasiswa, pemuda, intelektual, tokoh agama dan rakyat jelata"

Hak angket DPR soal skandal Century adalah aspirasi rakyat yang telah diperjuangkan berhari-hari melalui gerakan parlemen jalanan maupun melalui opini yang disuarakan di berbagai media massa (cetak dan elektronik) dan dunia maya. Namun, aspirasi hak angket tersebut telah dibajak secara sistematis oleh anggota DPR dari partai koalisi KIB. pembajakan tersebut telah dengan sukses Idrus Marham, Sekjend Partai Golkar yang diduga sangat akrab dengan keluarga cikeas, sebagai ketua pansus. Ujung dari angket century tersebut sudah sangat terang benderang, mengikuti skenario angket BBM, yang berakhir dengan aborsi politik, mengubur aspirasi rakyat dan mengamankan kepentingan politik presiden SBY.

"Wapres JK yang saat itu sebagai pejabat presiden, bahkan berkali-kali mengtakan bahwa kebijakan pengucuran dana Rp 6,7 T tersebut adalah perampokan, menyalahi prosedur dan diluar persetujuannya sebagai pejabat presiden."

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan audit terhadap kebijakan pengucuran uang rakyat Rp 6,7 T untuk Bank Century, yang kesimpulannya terjadi "penyalahgunaan wewenang kekuasaan" yang dilakukan oleh pemerintah. BPK adalah lembaga tinggi negara yang audit-nya harus ditaati dan ditempatkan setara dengan fatwa MA maupun keputusan politik DPR dan Presiden. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan telah mengatakan bahwa keputusan pengucuran dana Rp 6,7 T bukan keputusan dirinya secara pribadi, tapi kebijakan pemerintah yang dilakukan atas sepengetahuan dan sepertujuan presiden SBY. Wapres JK yang saat itu sebagai pejabat presiden, bahkan berkali-kali mengatakan bahwa kebijakan pengucuran dana Rp 6,7 T tersebut adalah perampokan, menyalahi prosedur dan diluar persetujuannya sebagai pejabat presiden. jadi, sangat jelas kebijakan tersebut adalah kebijakan presiden SBY sebagai kepala pemerintah yang dilakukan oleh menkeu dan Gubernur BI saat itu Boediono.

Aksi massa damai 9 Desember 2009 adalah gerakan moral yang bertujuan politik, yaitu untuk membongkar skandal uang rakyat Rp 6,7 T. Mengusut, mengadili dan memberhentikan semua pejabat negara yang terlibat dalam skandal tersebut.

Jakarta, 06 Desember 2009
Dibacakan di Doekoen Coffee - Pancoran Jaksel


PIDATO KAWAN NELES (DKR Desk Papua) DALAM DEKLARASI SFUR

Hadirin yang kami hormati!

Salam sejahterah dari rakyat kami di tanah Papua!

Saat ini rakyat Papua sangat prihatin, gelisah dan marah! Karena sudah terbayang kesulitan pelayanan kesehatan rakyat Papua dibawah Menteri Kesehatan Agen Namru-2, Endang Rahayu Sedyaningsih, yang sengaja di pasang oleh Imperialis Amerika dan disetujui oleh Presiden SBY!

Sudah puluhan tahun rakyat Papua menderita dibiarkan tertinggal dibidang kesehatan. Sementara sumber daya alam kami dibiarkan dirampas oleh perusahaan-perusahaan asing seperti Freeport Mc Moran dan lain sebagainya. Sementara, pemerintah pusat menerima keuntungan dari perusahaan-perusahaan asing itu tanpa memikirkan penderitaan kami rakyat Papua terutama dibidang kesehatan !

Sebagian politisi di Jakarta puluhan tahun memperkaya diri menjual penderitaan kami rakyat Papua, menggantikannya dengan pundi-pundi rupiah dan dollar, sementara anak-anak kami sakit, lapar kemudian mati. Belum lagi, teror atas nama keamanan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang membuat rakyat Papua hidup dalam ketakutan!

Disamping semua itu, berbagai penyakit menular, tidak pernah serius di atasi pemerintah pusat, dibiarkan menyerang, membunuh rakyat Papua. Dari penyakit Malaria, TBC, sampai HIV/AIDS, terus berkembang merengut keluarga kami. Wajar kalau orang Papua menganggap bahwa kami sedang dibunuh pelan-pelan dalam satu genosida dengan menggunakan penyakit menular !

Hingga suatu saat, seorang ibu dokter Siti Fadilah Supari, yang pada waktu itu sebagai Menteri Kesehatan memberikan harapan baru bagi kehidupan kami orang Papua. Kami memanggil Siti Fadilah sebagai Mama Papua. Ibu yang menyelamatkan hidup orang Papua.

Semenjak gempa bumi di Papua November 2004, Siti Fadilah Supari telah menunjukkan perhatian dan ketulusannya membantu rakyat kami yang menderita akibat bencana alam. Karena cinta kasihnya pada rakyat, khususnya pada kami rakyat Papua, seluruh perhatiannya dicurahkan dalam program SAVE PAPUA atau SELAMATKAN PAPUA.

Program SAVE PAPUA ini bertujuan menyelamatkan rakyat Papua dari pemusnahan sistimatis oleh Kapitalisme Internasional dengan menggunakan berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS. Puluhan bahkan ratusan dokter dari luar Papua diperintahkan untuk mendidik relawan di Papua dan mengunjungi rumah dan honai diberbagai pelosok hutan Papua. Dokter dan relawan bertugas memeriksa dan mengobati rakyat Papua dari berbagai penyakit menular.

Hadirin yang kami hormati!

Kami masih ingat Siti Fadilah pernah berkata, “Kalian rakyat Papua adalah saudara-saudaraku, anak-anakku juga. Tidak boleh ada pembiaran kesehatan yang akhirnya membunuh rakyat Papua!”

Tidak pernah ada pejabat setingkat menteri yang punya komitmen, pikiran dan kerja seperti Mama Fadilah ini. Sebanyak 2 juta lebih rakyat Papua dibebaskan pembiayaan kesehatannya dibayar oleh negara. Siti Fadilah pernah berkata bahwa tidak boleh ada pungutan biaya kesehatan, apapun pada rakyat Papua di semua rumah sakit, bukan hanya di Papua tetapi diseluruh Indonesia. Kebijakan Mama Fadilah ini disambut luar biasa dengan suka cita oleh rakyat kami, yang selama ini kesulitan berobat kalau jatuh sakit.

Pada tahun 2008, terjadi kematian puluhan rakyat Papua akibat diare di Nabire, Dogiyai dan Paniai, karena racun yang dibuat perusahaan asing yang hendak merampas tanah adat rakyat kami. Siti Fadilah segera datang ke Nabire untuk memastikan semua rakyat di daerah kami selamat dari kejahatan perusahaan tambang asing tersebut. Puluhan dokter turun mengobati rakyat yang sakit dan mengadakan penyelidikan. Pelaku-pelaku pencemar mata air rakyat ditangkap dan diproses secara hukum. Siti Fadilah juga memastikan obat-obatan dan tenaga kesehatan di puskesmas dan puskesmas pembantu di pelosok-pelosok Papua sampai keperbatasan dengan Papua Nugini dan mengirim kader-kader DKR Papua menjalankan program SAVE PAPUA.

Siti Fadilah juga yang berhasil berjuang menutup Laboratorium Marinir Amerika Namru-2 yang beroparasi di Papua mengambil darah rakyat Papua. Saya perlu tegaskan sekali lagi disini bahwa kehadiran Namru-2 tidak memberikan manfaat apapun pada rakyat Indonesia apalagi bagi rakyat Papua. Malahan penyakit menular seperti Malaria dan HIV/AIDS semakin meningkat dan mengganas sejak keberadaan Namru-2 di Papua.

Hadirin yang kami hormati!

Dalam setiap kunjungannya ke Papua, Siti Fadilah selalu menyampaikan salam dari Presiden SBY. Dalam pandangan Siti Fadilah pada waktu itu, sepertinya Presiden SBY memang pemimpin yang mencintai rakyatnya khususnya rakyat Papua. Sehingga rakyat Papua yang tadinya sangat anti pada militer, perlahan-lahan mulai percaya pada SBY. Hanya karena kerja kongkrit Siti Fadilah Sebagai Menteri Kesehatan pada waktu itu. Sehingga sewaktu Pemilu 2009 lalu rakyat Papua 80% memilih Demokrat dan SBY Boediono sebagai presiden ! Rakyat Papua waktu itu berharap Menteri Kesehatan Fadilah akan dapat memperjuangkan kesehatan rakyat Indonesia khususnya rakyat Papua.

Namun ternyata, SBY memilih tunduk pada tuan-tuannya di Amerika yang menunjuk Agennya, Endang Rahayu sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Siti Fadilah.

Kami rakyat Papua semula tidak mengerti mengapa SBY yang rakyat kami pilih justru memilih mantan pegawai Namru-2 sebagai Menteri Kesehatan. Belum sebulan bekerja, Endang sudah mengumumkan pembubaran Jamkesmas dan digantikan dengan sistim Asuransi yang akan memungut premi dari rakyat. Vagaimana nasib 76 juta rakyt miskinyang selama ini sudah dilayani oleh program Jamkesmas!

Menkes Endang Rahayu juga mengumumkan akan membuka kembali kerjasama dengan Namru-2. Belakangan dia meralat pernyataan ini dengan menggunakan sistim kerjasama baru dengan Amerika, melanjutkan program Siti Fadilah.

Belum sebulan lagi, dalam program seratus harinya Menkes Endang telah sukses! Sukses membunuh 15 orang dan mengakibatkan kesakitan 800-an orang rakyat di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dalam program pengobatan pencegahan kaki gajah bekerjasama dengan WHO dengan menggunakan obat produksi Glaxo Smite Kline, sebuah perusahaan Amerika. Atas nama rakyat Papua kami berduka cita atas kematian saudara-saudara kami di Jawa barat!

Akhirnya kami mengerti! Kita semua mengerti! bahwa ternyata tugas Endang bukan hanya untuk membubarkan semua progam kesehatan dibidang kesehatan yang telah dirintis oleh Siti Fadilah, tetapi juga menjadi kan rakyat sebagai kelinci percobaan obat-obatan asing yang bisa membunuh.

Hadirin sekalian!

Pada hari ini kita hadir bersama-sama berkumpul untuk mendeklarasikan komitmen kita rakyat Indonesia termasuk didalamnya rakyat Papua untuk tetap berjuang membela hak-hak rakyat yang akan dirampas kembali oleh pemerintah yang lalim sengaja membunuh rakyatnya atas nama program seratus hari.

Kalau begini caranya, rakyat tidak boleh diam!

Kami rakyat Papua mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menolak semua program kesehatan yang merugikan dan membunuh rakyat!

Kami rakyat Papua juga mengajak seluruh rakyat untuk mencabut dukungannya pada SBY-Boediono dan pemerintahannya yang tidak jujur dan menyengsarakan rakyat. Karena mereka adalah boneka kepentingan kapitalisme internasional yang sudah rontok oleh krisis global!

Kami juga menyerukan pada seluruh rakyat Indonesia untuk melanjutkan perjuangan Siti Fadilah Supari.

Kami meminta Polisi Republik Indonesia memeriksa dan menangkap Menkes Endang Rahayu dan agen-agen WHO yang terlibat dalam pengobatan kaki gajah di Jawa Barat.

Akhirnya, Mama Fadilah,….. terima kasih untuk semua perjuangan mama selama ini untuk rakyat . Sekarang saatnya kami rakyat Indonesia melanjutkan perjuanganmu!

Dirikankan SFUR diseluruh Indonesia, agar perjuangan Siti Fadilah, menjadi bendera perjuangan rakyat diseluruh pelosok Indonesia, memimpin rakyat merebut kedaulatannya yang sejati dari tangan antek-antek dan boneka Amerika!

Salam hormat dari kami rakyat Papua! Terima kasih!

Senin, 07 Desember 2009

Siti Fadilah: Jangan Jadikan Rakyat Sebagai Objek

Keputusan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan, yang meneruskan pengobatan massal filariasis, menuai reaksi dari sejumlah kalangan. Mereka meminta pemerintah tidak buru-buru melanjutkan hal tersebut hingga ada kejelasan penyebab kematian warga Majalaya, Kabupaten Bandung usai meminum obat antifilariasis.

''Rakyat jangan cuma dijadikan sebagai objek, tapi jadikanlah (rakyat) sebagai subjek,'' tegas Ketua Umum Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), yang juga Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, saat ditemui di Jakarta, Kamis (19/11) malam.

Menurut Siti, kematian sembilan warga Majalaya, Kabupaten Bandung, setelah mengikuti pengobatan massal filariasis, harus mendapat perhatian yang serius. Penyelidikan yang dilakukan harus dapat mengungkap penyebab pasti kematian.

''Jangan seenaknya saja mengatakan bahwa korban meninggal karena penyakit jantung. Itu harus dibuktikan dengan otopsi,'' tandas Siti.

Siti mengatakan, sebelum mengikuti pengobatan massal, masyarakat seharusnya diberikan informasi terlebih dahulu mengenai obat yang akan diminum. Tak hanya indikasi dari obat, namun kontra indikasi maupun efek samping obat juga harus diketahui masyarakat secara jelas.

Siti mengakui, petugas di lapangan tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam peristiwa tersebut. Menurut dia, petugas di lapangan hanya mengikuti perintah dari pimpinan yang ada di atasnya saja. Karena itu, dibutuhkan adanya standar operasional prosedur (SOP) agar petugas di lapangan paham mengenai tugas yang harus dilakukannya.

Lebih lanjut Siti menjelaskan, peristiwa yang menimpa warga Majalaya, dapat menghambat program pemerintah dalam bidang kesehatan. Pasalnya, masyarakat akan menjadi takut menerima program lain yang ditawarkan di masa mendatang. ''Masyarakat akan trauma dengan program-program kesehatan lain, seperti misalnya vaksinasi,'' kata Siti.

Seperti diberitakan, sembilan orang tewas dan 917 orang lainnya di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung harus dilarikan ke rumah sakit setelah meminum obat pencegahan filariasis. Pengobatan secara massal itu merupakan program yang dilakukan secara nasional dan masuk dalam salah satu program 100 hari pertama Menkes, Endang Rahayu Sedyaningsih. lis/ahi

Sumber : By Republika Newsroom
Jumat, 20 November 2009 pukul 16:15:00

Minggu, 06 Desember 2009

Dibawah kibaran merah putih


Dibawah kibaran merah putih
oleh : Ardy Fadillah

Aku berdiri dibawah kibaran merah putih yg kian memudar
Diselimuti oleh bhineka tunggal ika
saat angin bertiup perlahan
saat panas menusuk ke ubun-ubun

Aku lihat lihat jejak-jejak sedih
petani yg terampas sawahnya
buruh-buruh bekerja tanpa upah layak
dalam pabrik-pabrik yg pengab
dan jutaan penganggur tergeletak dijalanan tanpa harapan
lalu anak-anak dipaksa mengais recehan dilampu-lampu merah

Inilah kami
yang membusuk kelaparan di lumbung padi
yang kehausan di mata air
yang hantam ribuan bencana
yang di pukul banjir
yang menjadi korban penguasa
koruptor dan komprador

Disini aku berdiri
dibawah kaki burung garuda yg semakin keriput
saat bayang kelam menghantui negri permai
saat imprealis masuk ke kamar-kamar tidur
lalu tertawa dalam kotak televisi

Dibawah kibaran merah putih
gajah mada pun berteriak lantang
“kita telah diuji oleh banyak perubahan
Janji yang tertunda, masalah-masalah yg mustahil
doa-doa yang tak terjawab,
Kritik yang tak layak diterima,
dan tragedi yang tak masuk akal,
Membuat kita menjadi kuat
Melawan segala penindasan

Jakarta 26 agustus 2009
dibaca pada Deklarasi Siti Fadillah untuk Rakyat
di Wisma Perwari, 3 Desember 2009

Mengapa SBY curiga dengan Demo Antikorupsi 9 Desember 2009?

Gerakan Indonesia Bersih (GIB), gerakan yang dibentuk sejumlah tokoh dan elemen masyarakat, berencana menggelar aksi damai besar-besaran pada 9 Desember mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi sedunia.

Effendy Ghazali, salah seorang penggagas GIB, di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (3/12/2009), menyatakan, aksi damai itu akan digelar serentak di sejumlah kota.

Di Jakarta aksi dipusatkan di lapangan Monumen Nasional (Monas) melibatkan puluhan ribu orang.

”Kami minta maaf kalau ada yang terganggu,” ujar Effendy saat menyampaikan keterangan pers bersama sejumlah aktivis GIB, antara lain Ali Mochtar Ngabalin, Adhie M Massardi, Zaenal Bintang, Djoko Edhi Abdurrahman, Hatta Taliwang, Usman Hamid, dan M Rodli Kaelani.

Menurut Dia, GIB juga mendapat dukungan dari sejumlah tokoh nasional seperti KH Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, Kardinal Darmaatmadja, Pdt AA Yewangoe, Buya Syafii Maarif, dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mereka akan menandatangani Piagam Indonesia Bersih.

Gerakan kita tanpa fitnah tanpa kekerasan. Kita gerakan keagamaan dan kebersihan. Kita menginginkan Indonesia bersih dari kasus korupsi, termasuk kasus Bank Century…

Adhie M Massardi menambahkan, GIB merupakan gerakan damai yang dibentuk oleh masyarakat yang menginginkan Indonesia bersih dari kasus korupsi, termasuk kasus Bank Century.

”Gerakan kita tanpa fitnah tanpa kekerasan. Kita gerakan keagamaan dan kebersihan,” jelas juru bicara kepresidenan di era Presiden Gus Dur itu.

Ketua Umum PB PMII M Rodli Kaelani mengatakan, sebagai gerakan massa, GIB diharapkan bisa bertambah besar dan bisa mengimbangi upaya DPR dalam mengusut kasus Bank Century.

SBY Curigai Aksi Damai Gerakan Antikorupsi

Menanggapi rencana aksi damai Hari Antikorupsi Internasional tanggal 9 Desember yang diprakarsai oleh Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuding ada pihak-pihak yang mempunyai motif politik. Aksi damai GIB ini yang akan digelar besar-besaran yang dipusatkan di lapangan Monas Jakarta ini didukung oleh para tokoh nasional dari berbagai agama.

Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Presiden SBY memberi peringatan akan ada gerakan sosial pada 9 Desember di Jakarta. Dia menengarai akan ada gerakan dari sejumlah pihak yang bermotif politik dengan berbalut Hari Antikorupsi Internasional yang jatuh pada hari itu.
“Saya juga mendapatkan informasi bahwa 9 Desember akan ada gerakan-gerakan sosial,” kata SBY saat memberikan pengantar dalam rapat paripurna kabinet di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (4/12/2009).

SBY menjelaskan, sebagian dari gerakan itu memang ingin memperingati Hari Antikorupsi Internasional, namun kemudian ada gerakan lain yang menumpangi.

SBY seharusnya mendukung gerakan antikorupsi yang akan berlangsung besar-besaran pada 9 Desember nanti, bukannya malah mencurigainya…

“Mungkin saja akan muncul tokoh-tokoh pada 9 Desember, yang selama 5 tahun lalu tidak pernah saya lihat kegigihannya dalam memberantas korupsi mungkin akan tampil. Ya selamat datang kalau memang ingin betul memberantas korupsi bersama-sama. Dengan demikian akan membawa manfaat bagi rakyat,” ujar SBY.

SBY menegaskan selama 5 tahun, dia telah berjuang melakukan pemberantasan korupsi. “Satu kepedulian, komitmen bahwa kita harus menyukseskan langkah pemberantasan korupsi. Tapi ada yang juga motifnya bukan itu. Tapi motif politik yang sesungguhnya tidak senantiasa atau selalu terkait dengan langkah pemberantasan korupsi,” urainya.

Tanggapan berbagai kalangan atas kecurigaan presiden SBY

Komentar SBY itu justru kontraproduktif, karena tidak layak ketakutan-ketakutan akan adanya kepentingan lain di luar kepentingan pemberantasan korupsi diucapkan. Apalagi oleh seorang kepala negara.

“Tidak etis bagi Presiden menuduh ada motif politik,” kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris, Sabtu (5/12/2009).

Komentar SBY yang terkesan ‘mendahului takdir’ ini dianggap sebagai bentuk paranoid politik, ketakutan-ketakutan yang sebenarnya tidak diperlukan.

“Bisa saja disebut paranoid politik,” jelas Syamsudin.

Syamsuddin menambahkan, SBY seharusnya mendukung gerakan antikorupsi yang akan berlangsung besar-besaran pada 9 Desember nanti, bukannya malah menuding ada kepentingan politik di balik demo yang rencananya akan dihadiri 100 ribu orang tersebut.

Itu bukan statement seorang negarawan. Mencari-cari kambing hitam, itu kan gaya-gaya Soeharo pada masa Orde Baru dulu…

“Mestinya aksi 9 Desember tersebut direspon dengan positif oleh Presiden. Itu kan dukungan langsung kepada SBY yang katanya komitmen terhadap pemberantasan korupsi,” kata Syamsudin.

Syamsudin menyayangkan komentar Presiden tersebut. Menurutnya, bagaimana pun pemberantasan korupsi adalah kebutuhan obyektif bangsa Indonesia.

“Jadi tidak etis bagi Presiden menuduh ada motif politik, ada agenda politik segala macem. Padahal sama sekali tidak ada indikasi ke arah situ,” sesal Syamsudin.

Menurut Syamsudin, sekali lagi, ucapan-ucapan seperti ini tidak perlu keluar dari mulut seorang Presiden.

“Itu bukan statement seorang negarawan. Mencari-cari kambing hitam, itu kan gaya-gaya Soeharo pada masa Orde Baru dulu,” sindirnya menutup pembicaraan.

Seperti diberitakan sebelumnya, gerakan sejumlah tokoh bangsa dan elemen masyarakat pada 9 Desember itu tergabung dalam Gerakan Indonesia Bersih (GIB). GIB akan menggelar peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dengan aksi damai yang dipusatkan di Monas.

sementara itu menurut pengamat Intelijen Wawan Purwanto :

“Itu merupakan early warning supaya pihak-pihak tidak terpancing, agar tidak mudah diadu domba terhadap isu apapun,”

Menurut Wawan, wacana munculnya aksi seperti yang disebut oleh SBY bukanlah isapan jempol belaka. Dalam berbagai kesempatan seminar yang dihadiri, ia juga sering mendengar informasi seperti itu.

“Ada suara-suara yang mau bikin gerakan, ada LSM, mahasiswa, anak muda, mereka menyuarakan seperti itu, sudah bukan rahasia lagi,” paparnya.

Wawan menduga, ada pihak-pihak yang mencoba menjadikan gerakan tersebut untuk agenda tersendiri. Sebab gerakan tersebut, muncul bertepatan dengan hadirnya isu Bank Century serta pansus di DPR. Wawan berharap agar aksi yang nantinya akan dilakukan tidak melenceng dari agenda semula.

sumber :http://answering.wordpress.com/2009/12/05/ada-apa-dengan-demo-anti-korupsi-9-desember-2009/